Siapa yang Bertanggung Jawab atas Penjangkauan Jiwa-Jiwa?
Setiap orang percaya setidaknya pernah mendengar frasa: penjangkauan jiwa. Ketika ditanya, “siapa yang terlibat di dalamnya?” Jawaban beragam, singkatnya ada dua pandangan besar: kelompok pertama meyakini tanggung jawab itu dibebankan kepada hamba-hamba Tuhan. Kelompok lain berpendapat bahwa menjangkau jiwa adalah tanggung jawab jemaat. Apa kata teks Alkitab seputar topik ini? Apakah terbuka untuk kemungkinan lain? Jika ya, gagasan seperti apa yang dicetuskan?
Pertama-tama kita melihat teks Alkitab tentang topik di atas, yang bersumber dari amanat agung (Mat. 28:19-20). Kita menemukan bentuk penjangkauan: baptisan, pemuridan; pengajaran Firman Tuhan dengan tujuan untuk menjadi pelaku Firman. Rujukan lain dapat ditemukan dalam perkataan Yesus: menjadi saksi-Nya dari Yerusalem sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8).
Kedua, kita akan melihat apakah ada anggota jemaat purba yang terlibat dalam penjangkauan jiwa-jiwa.
Tercatat Yusuf alias Barnabas, seorang keturunan Lewi dari Siprus, (Kis. 4:36-37), menggabungkan diri dengan kumpulan orang percaya yang terbentuk setelah peristiwa Pentakosta. Dia mengalami pemuridan. Fakta bahwa tidak ada keterangan di perikop itu yang menjelaskan bahwa dia diajar oleh para rasul tidak menggugurkan keyakinan: dia mengalami pemuridan. Hal ini didasarkan kepada laporan Lukas bahwa dia disebut anak penghiburan oleh para rasul. Kita mengetahui adanya relasi di antara mereka. Relasi ini ditandai dengan “mereka bertekun dalam pengajaran para rasul-rasul dan dalam persekutuan.” (Kis. 2:41-42).
Setelah dimuridkan selama periode waktu tertentu, Barnabas diutus oleh jemaat di Yerusalem pergi ke Antiokhia (Kis. 11:22). Di sana, ia menasehati beberapa orang Siprus dan Kirene yang memberitakan Injil untuk tetap setia kepada Tuhan (ay. 20). Dia sempat meninggalkan Antiokhia, kembali bersama Paulus untuk mengajar banyak orang (ay. 26).
Dari cerita di atas, kita mengetahui poin penting: salah satu jemaat di kumpulan gereja purba diutus ke tempat lain untuk mengajar (memberitakan Injil). Temuan ini bermanfaat bagi penulis untuk mengkritisi presuposisi kelompok pertama.
Bagian ini dan bagian selanjutnya dimanfaatkan penulis untuk menanggapi presuposisi dari dua kelompok yang ada. Bagi dia, tidak cukup hanya hamba-hamba Tuhan melayani untuk penjangkauan jiwa; jemaat mempunyai andil. Mereka yang dinilai sudah mengikuti proses pemuridan dengan baik dapat dilibatkan. Contoh: ditawarkan kepada jemaat untuk mengikuti misi selama kurun waktu tertentu. Mereka mendatangi suatu tempat terpencil dimentori oleh seorang hamba Tuhan, berinteraksi dengan masyarakat dan mungkin mengajar Injil dan atau mata pelajaran kepada anak-anak di sana.
Pemberdayaan jemaat yang menempatkan mereka di garis depan penjangkauan tanpa kehadiran gembala di depan mereka tidaklah elok. Jemaat membutuhkan seorang penasihat yang memberikan bimbingan, nasehat, teguran dan doa. Mereka juga membutuhkan pribadi gembala untuk berbagi dukacita mungkin karena penolakan oleh orang-orang yang mereka datangi. Di sisi lain, mereka ingin merayakan sukacita karena satu orang bertobat (Luk. 15:10).
Jadi, jalan keluar untuk ketegangan seperti yang disebutkan di bagian pendahuluan yaitu kolaborasi antara hamba Tuhan dengan jemaat. Diawali dengan memegang teguh keyakinan: Yesus sebagai Gembala agung yang menghendaki pertobatan manusia dan persekutuan dengan orang percaya baik di dunia dan dalam kekekalan.
Dalam menjalankan kehendak-Nya ini, gembala berada di depan jemaat (sebagai pelindung dan penasehat) serta menggandeng jemaat untuk menjadi rekan sekerja hingga kedatangan-Nya kali kedua.
Penulis: Yohan Winata, S.Pd, M.Th