News Breaking
Youtube
wb_sunny

Breaking News

[Perlukah] Mengkritik?

[Perlukah] Mengkritik?

Satu peristiwa yang memanggil-manggil  orang untuk mendekat, membuat orang memasang telinga baik-baik dan membuka mata lebar-lebar adalah  berbicara di depan umum. 
Si pembicara dapat melihat dengan jelas respon para pendengarnya. 
Ada yang melipat tangan di dada, memegang dagu, pandangan mata ke kanan bawah (mungkin teringat oleh peristiwa yang pernah dialami sebelumnya) dan ada yang tersenyum dengan guratan di sekitar mata.
Selain menunjukkan raut muka dan bahasa tubuh, manusia juga mengungkapkan penilaiannya atas sesuatu atau seseorang melalui kata-kata.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengkritik didefinisikan 
menyampaikan kecaman [teguran yang keras, hinaan] atau tanggapan yang disampaikan dengan penjelasan dan pertimbangan baik buruk suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya.
 
Secara umum obyek kritik menyangkut: ide, style, kebiasaan, keputusan, cara menyelesaikan sesuatu, dll.
Kita bisa menemukan pembahasan mengenai kritik dalam Amsal 15:31-32. Kata yang dipakai di sana adalah “teguran”. 
Orang yang memperhatikan teguran yang membawa kepada kehidupan (dalam terjemahan lama, diungkapkan dengan “tegur selamat”) akan tinggal di antara orang-orang bijak (ay.31). Dia termasuk ke dalam golongan orang bijak. Selain itu, dia juga memperoleh akal budi (ay. 32). Jadi, kita tahu penerimaan kritik menjadikan seseorang bijaksana.  
Signifikansi lainnya dari menerima teguran dapat diketahui dalam ayat yang 32a, “barangsiapa yang menolak pengajaran, ia itu benci akan nyawanya,…” (TL). 
Dari ayat ini, kita mengetahui suatu prinsip: orang yang menerima pengajaran, ia mengasihi (memelihara) nyawanya dari kemungkinan bahaya malapetaka. Malapetaka mungkin akan menimpa jika dia bersikeras melakukan hal yang tidak tepat. Dampak itu mungkin tidak bisa dilihat oleh orang tersebut tapi orang yang bijaksana mengetahuinya. 

Ayat-ayat di atas nampaknya dijelaskan dalam konteks seseorang melakukan suatu kesalahan. Lalu bagaimana jika kritik diberikan semata-mata atas dasar ketidaksukaan yang subjektif? Ada baiknya penerima kritik mendengar dan mengevaluasi; jika dirasa apa yang disampaikan oleh orang tersebut tidak berdasar (sesuai dengan realita), maka, dia bisa mengabaikannya. 
Jika orang tersebut di kesempatan lain masih menyampaikan kritik jenis yang sama (subyektif), maka kita bisa mempertimbangkan untuk membatasi interaksi dengannya. Kita melakukan hal ini dalam rangka menjaga agar hati kita tidak luluh lantah. 
Jika kita berada di posisi ingin menyampaikan kritik, ada baiknya kita mengajukan tiga pertanyaan reflektif berikut ini kepada diri kita: motivasi-apakah landasannya yaitu untuk menolong orang lain, cara penyampaian-apakah dengan jujur tetapi lemah lembut (mengingat jika dilakukan dengan cara yang sebaliknya, maka, kemungkinan yang akan terjadi yaitu saling membalas), dan tujuan-apakah dilakukan bagi Tuhan atau karena memuaskan kegemaran saya mengkritik orang lain. 
Ketika hasil refleksi teologis kita mencerminkan kasih kepada Tuhan dan sesama, kita dipersilahkan untuk mengkritisi orang lain. Sebaliknya,”… jika Anda tidak melewati ketiga tes tersebut, jangan berkata apa pun.” -- Richard De Haan

Penulis: Yohan Winata, S.Pd, M.Th

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.