Pertemanan Sehat antar Pria Kristen
“Apakah pertemanan antar pria Kristen perlu?,” tanya seorang wanita kepada temannya. “Bukankah dia sudah punya saya [istri] yang dapat menjadi temannya? Kenapa suamiku masih perlu pergi dengan teman prianya?”
Pertemanan antar pria Kristen juga terjadi di antara para singles. Solidaritas mungkin terjalin dengan prinsip: senasib sepenanggungan (sama-sama belum memiliki pasangan). “Mari kita saling bahu-membahu mengenalkan wanita single yang potensial kepada satu dengan yang lain.” (intermeso penulis)
Bagaimana tokoh-tokoh Alkitab berelasi dengan teman-temannya? Jika ada pertemanan sehat, maka, ada lawannya: pertemanan toxic. Seperti apakah pertemanan jenis ini di antara para pria Kristen?
Tema pertemanan ditemukan di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Ayub memiliki tiga sahabat yang datang di waktu susah; untuk mengetahui apa yang sedang dia alami. Setelah beberapa waktu, mereka memberi nasehat yang berangkat dari rasa tidak tahan akan kesukaran yang Ayub alami. Melalui kisah ini, kita belajar pertemanan ditandai dengan saling menasehati.
Karakteristik pertemanan kedua diketahui ketika membaca teks-teks Perjanjan Baru, khususnya tentang relasi Paulus-Barnabas, Paulus-Timotius dan Paulus-Titus. Mereka meresponi panggilan Tuhan; bahu-membahu dalam pelayanan memberitakan Injil. Konsep ini masih relevan bagi kita. Kita melayani bersama dengan para pria lainnya di gereja atau persekutuan interdenominasi karena memiliiki kesamaan visi: melayani Tuhan dan sesama.
Karakteristik ketiga didasarkan pada kisah kepahlawan (epos) yang menyentuh. Daud memperhatikan anak dari sahabatnya. Mefiboset adalah anak Yonatan dengan disabilitas fisik di bagian kaki. Raja Israel itu menyuruh orang menjemput dia, menemui dan menjanjikan: semua ladang yang dimiliki Saul akan dikembalikan kepadanya dan dia akan makan bersama raja (2 Sam. 9:1-7). Pertemanan Kristen berkaitan memperhatikan dan mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan.
Di sisi lain, pertemanan yang tidak sehat (toxic) juga membayang-bayangi para pria Kristen.
Pertemanan ini ditandai dengan adanya salah satu pihak yang menutup-nutupi rahasia temannya dari orang terdekat (istri atau orang tua jika masih single). Orang yang berbela rasa ini mungkin merasa harus membalas kebaikan/budi dari orang yang pernah menolongnya. Dia mungkin juga memiliki pemahaman yang tidak tepat tentang ayat Alkitab: ia [kasih] menutupi segala sesuatu (1 Kor. 13:7).
Kata Yunani yang diterjemahkan “menutupi” punya arti lain: menanggung [dengan sabar segala sesuatu]. Dengan demikian, menutupi di sini tidak bisa serta-merta dipahami menyembunyikan.
Penulis mencoba membaca ayat enam dan menemukan: kasih bersukacita karena kebenaran. Jika hal yang disembunyikan adalah ketidakbenaran, bukankah ia mendukung ketidakadilan? Menutupi kebenaran bertentangan dengan kasih. Menutupi segala sesuatu lebih tepat dipahami: melindungi untuk menghindarkan seseorang dari sesuatu yang mengancam. Contoh: Rahab menyembunyikan dua pengintai dari raja Yerikho.
Mengorbankan waktu dengan keluarga untuk melakukan hobby bersama dengan teman-temannya adalah karakteristik kedua. Keluarga tidak lagi menjadi prioritas bahkan melakukan kegiatan bersama teman mungkin dijadikan alasan untuk lari dari tanggung jawab menyelesaikan masalah dalam keluarga.
Kesan yang mungkin ditangkap oleh istri dan anak pria tersebut yaitu ketidaksenangan ketika dia bersama-sama dengan mereka. Karakteristik ketiga yaitu salah satu pihak menjerumuskan ke hal-hal yang melanggar hukum.
Pertemanan pria Kristen kekal jika Yesus beserta. Sebaliknya, pertemanan yang berpusat pada keinginan untuk mengejar kesenangan diri baik secara pribadi atau bersama-sama menyebabkan kehancuran. Pertemanan mana yang kita pilih?
Penulis: Yohan Winata, S.Pd, M.Th