Ibadah Pentahbisan Pendeta Sinode GKRI Indonesia
JAKARTA-Puji Syukur kepada Tuhan. Majelis Jemaat menggelar Ibadah Pentahbisan Pendeta Bapak. Ev. Samuel J. Sutjiono, M.Sc. dan Ibu Dra. Ev. Ho Mie Lin. yang diadakan pada Kamis, 9 September 2021 Pukul 10:00 WIB.
Samuel J. Sutjiono, MSc biasa dipanggil Sammy, lahir 25 Mei 1965. Pdt Sammy merupakan anak kedua dari pasangan Pdt. Prof. Satyabudi Joshua Sutjiono, seorang Perintis dan Pendiri Sinode GKRI, dan ibu Betty Sutjiono. Pdt Sammy merupakan anak kedua dari ketiga bersaudara.
Pdt Sammy memiliki istri bernama Marsha Church, kelahiran USA dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Gabrielle, Elijah, Nathan. Pdt Sammy selepas Sekolah menengah Atas langsung melanjutkan kuliah di Amerika Serikat pada jurusan Managemen-Bisnis.
Saat ini keluarga Pdt. Sammy bermukim di kota sejuk Bandung dan bersama-sama sahabatnya dari Amerika membangun pelayanan disana.
Ho Mie Lin biasa dipanggil Ibu Amie, merupakan anak ke 10 dari 11 bersaudara.
Ibu Amie bersuamikan seorang Pendeta GKRI, yaitu bapak Pdt. Ridwan Hutabarat dan dikaruniai dua orang anak Yosua dan Giba
Berikut kesaksian Ibu Amie khusus kepada tabloidtruth.online: Saya trima Tuhan Yesus pada waktu kelas 2 SMA. Perubahan yang ajaib saya rasakan. Setelah itu ada kerinduan yang sangat besar untuk memberitakan tentang Tuhan Yesus kepada keluarga, teman, orang yang ketemu dan duduk di sebelah di dalam bus metro mini, juga sopir taksi. Saya ingin semua orang mengenal Tuhan Yesus dan mendapatkan keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus, seperti yang saya dapatkan. Berbagai bimbingan, pelatihan dan pelayanan saya ikuti, sambil tetap kuliah dan mengajar di beberapa sekolah.
Selesai kuliah S1 di IKIP Jakarta, saya memutuskan untuk mengikuti pendidikan di STT ATI, di Kalimantan Barat selama satu tahun.
Selama di sana saya dibentuk Tuhan dengan luar biasa, banyak tantangan yang harus saya hadapi supaya tidak mengandalkan pikiran/kekuatan diri sendiri dan supaya rendah hati, berserah Serta mengandalkan Tuhan. Pembentukan satu tahun yang dasyat. Selama di STT ATI saya masuk dalam tim penginjilan. Setiap akhir minggu kami keliling untuk menginjil. Latar belakang saya sebagai guru, Tuhan pakai menjadi sarana dalam melakukan penginjilan.
Dari dulu saya rindu melayani di daerah. Waktu di Kalimantan Barat saya melihat banyak anak-anak dari daerah pedalaman, mereka haus untuk maju, sampai rela jadi pembantu di kota uuntuk bisa bersekolah. Melihat hal itu semakin besar kerinduan saya untuk melayani di daerah, membuka asrama rumah asuh untuk menampung anak-anak dari pedalaman supaya mereka bisa bersekolah dan bisa bertumbuh dalam iman kepada Yesus, sebagai satu-satunya juruselamat.
Tetapi kerinduan saya harus tertunda... selama bertahun-tahun ikuti suami melayani di jemaat dan di Jakarta.
Terus terang saya sangat tidak setuju waktu suami memutuskan mau menjadi Pendeta sekaligus jadi gembala jemaat.
Saya sangat keberatan, karena tidak ada dalam pikiran dan hati saya untuk melayani Tuhan melalui jalur kependetaan. Tapi apa boleh buat, tidak ada pilihan bagi saya harus nurut!
Bertahun-tahun kerinduan saya seolah-olah mati suri. Sampai kira-kira tiga atau empat tahun yang lalu dalam obrolan dengan adik saya dan suaminya, kerinduan itu bangkit kembali, karena ternyata adik ipar saya juga mempunyai kerinduan yang sama dengan saya, Puji Tuhan.
Walaupun sempat terbatasi selama pandemi corona, kami tidak mundur lagi; doa permohonan kami panjatkan kepada Tuhan. Kalau Tuhan berkenan kami pasti akan bisa mewujudkan kerinduan kami... membawa anak-anak pedalaman untuk maju secara rohani dan intelektual.
Saya percaya segala sesuatu tidak ada yang kebetulan terjadi, Saya meyakini pasti ada maksud dan rencana Tuhan mengikuti setiap kejadian.
Sampai pada suatu saat MPS GKRI akan menyalenggarakan pembekalan untuk calon Ev dan calon Pendeta. Suami saya menawarkan saya untuk ikut pembekalan calon Pendeta. Awalnya saya sempat terkejut, karena saya tahu suami saya paham betul klo saya sangat tidak tertarik untuk jadi Pendeta ALERGI!
Sekali lagi sejujurnya tidak pernah terlintas dalam pikiran dan hati saya untuk jadi seorang Pendeta, apalagi dengan keterbatasan saya dalam banyak hal: karakter, kebiasaan-kebiasaan, latar belakang rasanya terlalu berat melayani Tuhan melalui status kependetaan.
Ada satu hal yang mendorong saya akhirnya menyetujui ikut pembekalan... yaitu pergumulan saya untuk melayani di daerah, saya berpikir bahwa kePendetaan saya pasti bermanfaat untuk membangun pelayanan di sana.
Maka saya setuju ikut pembekalan, dengan asumsi ditahbiskan jadi Pendetanya kapan-kapan saja, klo saya butuh untuk pelayanan ke daerah.
Ternyata jalan Tuhan luar biasa pada tanggal (29/7) pagi saya dapat tawaran dari Ibu Rohana mau tidak ditahbiskan bareng Pak Samuel pada tanggal (9/9). Wah saya agak gentar, berusaha untuk menghindar dengan alasan nanti tanya suami dulu... benar-benar galau... kok secepat ini? Tapi sekali lagi saya percaya tidak ada yang kebetulan.
Setelah bergumul dan menjadi tenang, saya bertanya ke suami yang ternyata langsung menyemangati saya dan bilang dia setuju apapun keputusan saya.
Puji Tuhan... maka terjadilah hari ini saya menerima pentahbisan Pendeta dengan doa dan harapan kiranya kependetaan ini membuat saya tambah semangat dan bertanggung jawab untuk taat dan setia melayani-Nya.
Soli Deo Gloria! Segala kemuliaan hanya bagi BAPA, TUHAN YESUS, dan ROH KUDUS. Amin
(Sty)