Denny Siregar : Dulu saya sering banget baca cerita tentang sepak terjang John Kei
John Refra, nama aslinya, adalah seorang putra dr Maluku yang hijrah dari daerahnya yg "kering dan miskin" ke Jakarta yang keras. Dia memakai nama Kei dibelakang namanya, sebagai bentuk kebanggaan akan daerahnya yang biasanya disembunyikan oleh orang Kei di perantauan karena malu.
Saya datang ke tempat ia ditahan di lapas Salemba sesudah dapat izin. John Kei cerita tentang masa lalunya yang brutal, penuh darah, sadis dan kerasnya tidak bisa dibayangkan. Tapi menariknya, disana ada nilai-nilai humanis yang tidak pernah terberitakan. John Kei sangat bisa menjadi bandar narkoba besar. Karena dia punya pasukan ribuan orang, dia ditawari oleh banyak bandar untuk pasarkan narkoba. Tapi dia tidak mau. Baginya, membunuh itu biasa, tapi menjadi bandar narkoba itu hina. Dia pengguna, bukan pengedar. Dia juga membantu biaya sekolah anak-anal Kei supaya punya pendidikan.
John Kei dan pasukannya bukan gangster biasa. Di suku mereka, mereka keturunan Panglima perang. Jadi ketika berada di dunia hitam yang keras, mereka menganggapnya medan perang. Membunuh atau dibunuh. Baginya, pantang pulau ke kampung halaman tanpa nama. Ia merantau sejak usia muda.
Masa kecilnya pahit. Miskin dan terhina. Itulah yang membuat seorang John kecil ingin membuktikan bahwa ia sukses meski jalan yang dia ambil sangat berbeda dari manusia umumnya. Sayangnya, narkoba sempat merusaknya dan membuat temperamennya tidak stabil sehingga ia melakukan banyak kekerasan.
Di Nusa Kambangan, John Kei harus bertempur dengan dirinya. Pergulatan batin itulah yang membuatnya sekarang menjadi spiritual, meski temperamennya terkadang mengalahkan dirinya. Kisah hidupnya seru, sadis sekaligus mengharukan. Dan dibalik tubuhnya yang besar dan namanya yang menyeramkan, ketika ia bercerita tentang mama yang disayanginya meninggal, John Kei kembali menjadi anak kecil yang penuh dengan kerinduan.
Saya bersyukur menjadi sedikit orang yang mendengar ceritanya yang blak-blakan. Sudah lama saya mendengar namanya, dan baru kali ini saya langsung berhadapan. Orang melihatnya sebagai penjahat, siang itu saya melihatnya sebagai seorang lelaki dengan harga diri yang sangat tinggi.
Saya memanggilnya seperti banyak orang memanggilnya, Bung John. Ribuan orang di daerahnya menghormatinya, karena dialah yang mengangkat nama Kei ke permukaan.
Secangkir kopi habis kuseruput dengan berbatang rokok menemani ceritanya yang dibawakan dengan penuh kegembiraan. Lentur dan mengasyikkan. Saya pamit pulang dan ingin secepatnya menulis kisahnya, mengupas sisi perjalanan seorang manusia dari sisi terdalamnya.
Sumber Facebook Denny Siregar