Rembuk Tokoh Lintas Agama, Upaya Memperkuat Moderasi Beragama
SURABAYA -Forum Beda tapi Mesra atau yang biasa disebut FBM, menggelar acara Rembuk Tokoh Lintas Agama Jawa Timur pada Sabtu, 12 November 2022. Acara dengan mengangkat tema, “Mewujudkan Indonesia yang Lebih Inklusif dan Toleran” ini dibuka oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jawa Timur, R. Heru Wahono Santoso.
Diadakannya gelaran ini sebagai upaya bersama antara pemerintah dengan para tokoh lintas agama dalam mencegah dan menanggulangi benih-benih perpecahan dan konflik sosial berbasis agama. Disamping itu perlu juga menguatkan gerakan moderasi beragama agar fanatisme sempit dan dangkal pada sebagian pemeluk agama bisa diminimalisir.
FBM sebagai wadah komunikasi bagi insan lintas agama, suku, etnis dan budaya terus bertekad serta berjuang bersama agar Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak tergantikan oleh ideologi lain yang tujuannya merusak tatanan berbangsa dan bernegara.
Selain dihadiri para tokoh lintas agama, pemuda lintas agama, organisasi lintas agama, acara ini dihadiri juga oleh instansi pemerintahan Jawa Timur, seperti Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Bahkan hadir pula Anggota DPR RI dari komisi 11, Indah Kurnia.
Tak ketinggalan turut hadir di acara yang digelar di Ballroom Hotel Sutos Surabaya, para Dewan Penasihat, Dewan Pembina, Dewan Pengawas, serta jajaran pengurus Forum Beda tapi Mesra.
Ketua panitia acara Rembuk Tokoh Lintas Agama Jawa Timur, Purnowo Junarso menjelaskan, bahwa tujuan acara ini antara lain: Pertama, membedah akar permasalahan nyata yang ada dalam kehidupan beragama di Indonesia saat ini. Kedua, menawarkan jalan keluar yang solutif bagi permasalahan bangsa, khususnya yang terkait toleransi kehidupan beragama. Ketiga, menyatukan tekad bersama menjaga NKRI dari pelbagai ancaman ideologi global yang ada.
Mewakili Dewan Pembina, Hana Amalia Vandayani melalui sambutannya mengatakan, dlam momen hari pahlawan ini siapa saja bisa menjadi pahlawan, baik pahlawan bagi diri sendiri, bagi orang lain dan bagi bangsa serta negara. Menjadi pahlawan berarti mereka yang berani bertindak, bergerak dan mengambil resiko tetapi tetap dalam kebenaran.
Pendiri Yayasan Pondok Kasih ini juga menginformasikan bahwa setelah acara ini, digelar pula acara Festival Pemuda yang dihadiri delegasi dari 34 Provinsi di Indonesia. “Penampilan budaya masing-masing daerah sebagai wujud kebersamaan, yaitu melalui seni dan budaya,” terang Mama Hana bisa disapa.
Sedangkan Indah Kurnia melalui sambutan singkatnya menjelaskan bahwa salah satu tugas angora DPR RI di komisi 11 adalah bermitra dengan pemerintah. Saat ini sebagai mitra kerja dengan badan keuangan, dan bersama melakukan pemulihan ekonomi nasional. “Fokus kami adalah bagaimana memberdayakan ekonomi domestik kita agar ekonomi nasional semakin bangkit,” imbuhnya.
Ke depan akan terlibat langsung dalam literasi keuangan, yaitu sebagai upaya untuk mencegah adanya investasi ‘bodong’ dan yang tidak bertanggung jawab.
Sedangkan Ketua Umum FBM, Syuhada Endrayono dalam sambutannya menjelaskan kembali tentang sumpah pemuda yang merupakan sumpah suci para pemuda dari pelbagai etnis, suku, agama dan budaya yang ada di Indonesia. Sumpah untuk bersatu, menguatkan tekad, berjuang demi kemedekaan Indonesia tercinta.
Sebelum membuka acara, Heru Wahoho Santoso yang sekaligus bertindak sebagai keynote speaker memaparkan pentingnya kegiatan lintas agama. “Kegiatan ini harus menjadi perekat antar lintas agama. Ancaman tetap ada, karena itu Forum Lintas Agama ini menjadi sangat penting. Toleransi berarti kita menerima dan proaktif saling mengenal, bersatu, dan bergerak bersama,” terang Heru.
Lebih lanjut Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur itu menyampaikan apresiasi terhadap acara yang menciptakan kondisi harmoni. “Menjalin harmonisasi sebagai upaya meminimalisir konflik yang muncul. Karena itu mari kita wujudkan Indonesia yang jaya,” tutupnya.
REBUK BERSAMA
Rembuk Tokoh Lintas Agama ini dikemas melalui pemaparan para narasumber yang dirembukkan bersama dalam rangka mencari solusi yang tepat, baik dan berdampak bagi masyarakat Indonesia.
Adapun narasumber yang dihadirkan, antara lain Kepala Bidang Penerangan Agama Islam dan Pemberdayaan Zakat Wakaf, Drs. Mufi Imron Rosyadi, M.Ei.; Kepala Bidang Integrasi Bangsa Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, Johan Fitriadi, S.STP., M.Si.; dan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Jawa Timur, Dr. Hesti Armiwulan, SH., M.Hum. Sedangkan sebagi moderator, yaitu Sally Azaria, S.Sos., M.PPO, Dosen Universitas Petra Surabaya.
Narasumber pertama, Mufi Imron Rosyadi memaparkan tentang moderasi beragama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi beragama berarti ‘pengurangan kekerasan’ dan ‘penghindaran keekstriman’. Selain pengertian, moderasi juga ada batasanya. Ada tiga batasan. Pertama, yang dilakukan adalah ‘moderasi beragama’ bukan ‘moderasi agama’, sebab agama tidak perlu dimoderasi karena agama sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Yang perlu dimoderasi adalah cara penganut agama dalam menjalankan agamanya.
Kedua, Moderasi dalam beragama sama sekali bukan berarti mengompromikan prinsip-prinsip dasar atau ritual pokok agama. Moderasi beragama juga bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius. Ketiga, moderasi adalah ibarat gerak dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu (centripetal), sedangkan ekstremisme adalah gerak sebaliknya menjauhi pusat atau sumbu, menuju sisi terluar dan ekstrem (centrifugal).
Sedangkan indikatornya adalah komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.
Lebih lanjut Mufi menjelaskan tentang strategi penguatan moderasi beragama. Pertama, Sosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh lapisan masyarakat. Kedua, Pelembagaan moderasi beragama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat. Ketiga, Integrasi rumusan moderasi beragama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Adapun tantangannya, yaitu naiknya ortodoksi dan konservatisme keagamaan. Di tambah lagi adanya politik identitas. Dan yang perlu mendapat perhatian lebih adalah era media sosial dan post truth (maraknya berita hoax), yang diikuti pula dengan gelombang generasi milenial yang rentan terhadap infiltrasi ideologi radikalisme dan teroris, pola belajar mereka lebih banyak mengandalkan sumber-sumber pengetahuan dari internet.
Narasumber kedua, Johan Fitriadi membawakan materi tentang membumikan pancasila di tengah arus ideologi global. Di sini dipaparkan tentang langkah-langkah Wawasan Kebangsaan, yang antara lain, aktualisasi Pancasila, penguatan Wawasan Kebangsaan, penguatan budaya politik, penguatan toleransi, penguatan bela negara, revolusi mental, peguatan pembauran kebangsaan, dan penguatan HAM.
Seperti yang terjadi sekarang, bahwa tantangan yang muncul adalah perang moderen yang mengancam ideologi Pancasila. Acaman yang ditimbulkan, antara lain intoleransi, hoax, radikalisme dan terorisme, pornografi, narkoba, hate speech dan cyber war.
Sedangkan upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan kegiatan sosialisasi tentang penguatan dan pemantapan, serta pembinaan yang menyangkut kerukunan beragama, wawasan kebangsaan dan bela negara.
Sebagai narasumber ketiga, Hesti Armiwulan lebih memberi paparan tentang Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT). Bahwa tugas FKPT antara lain, pengembangan potensi dan kreatifitas yang dimiliki oleh generasi muda dalam pencegahan terorisme; pemberian edukasi bagi kelompok perempuan dan anak dalam pencegahan terorisme; penelitian tentang potensi radikal terorisme; diseminasi dan sosialisasi pencegahan terorisme kepada semua elemen masyarakat di daerah dan pengembangan kreatifitas dari berbagai perspektif; literasi informasi pencegahan terorisme melalui media massa, media sosial dan media lainnya.
Untuk menghadapi masalah seperti radikalisme dan terorisme, maka perlu upaya strategis, sperti transformasi nilai-nilai kebangsaan, revitalisasi nilai-nilai Pancasila, moderasi beragama, penguatan akar budaya nusantara, serta literasi media.
Dengan mengetahui faktor penyebab dan pola penyebaran paham radikalisme dan terorisme, maka kita dapat menghindarkan diri dari ancaman itu sendiri.
Sumber John Majalah Berkat