Majelis Pusat Sinode GKRI Jl. Mangga Besar Jakarta Barat Memenangkan Perkara Sengketa Internal atas Kepemilikan Merek (nama) & Logo GKRI
JAKARTA-Majelis Pusat Sinode Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) yang beralamat di Jl. Mangga Besar XI No.34 Jakarta Barat memenangkan perkara dalam sengketa internal atas kepemilikan merek (nama) dan logo GKRI yang digugat kelompok GKRI Latumentan.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Sinode GKRI Mangga Besar Pdt. Dr. Martin Harefa pada konferensi pers di GKRI Diaspora City Center, Thamrin City, Jakarta (26/01).
Dalam konferensi pers tersebut Pdt. Dr. Martin Harefa didampingi Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Sinode Pdt. Drs. Ridwan Hutabarat, Sekretaris Umum Sinode Pdt. Jimmy Kawilarang, dan Kuasa Hukum Sinode Pdt. Dr. Zevrijn Boy Kanu, S.H., M.H. Konferensi pers dihadiri sejumlah awak media dan disiarkan secara daring melalui kanal Youtube @GKRI TV Channel dan @Diaspra TV milik Sinode GKRI Mangga Besar.
Legalitas Nama dan Logo
Ketua Umum Sinode GKRI Pdt. Dr. Martin Harefa mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu Sinode GKRI digugat oleh sekelompok orang yang menamankan Kelompok Latumenten. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat berkaitan dengan sengketa nama dan logo GKRI. Pihak Latumenten juga menggugat Dirjen HAKI yang dianggap keliru.
“Setelah melalui sidang selama 19 kali, pada bulan September 2022 penggugat dinyatakan kalah dan tergugat Sinode GKRI Mangga Besar dinyatakan menang dan keputusan ini sudah inkracht. Jadi, jangan ragu karena kita sudah sah melalui keputusan pengadilan sebagai pemilik nama dan logo GKRI,” tandas Pdt. Martin kepada perwakilan gereja lokal yang mengikuti secara daring.
Berikutnya, Pdt. Drs. Ridwan Hutabarat menjelaskan bahwa sebagai penggugat ternyata Pihak Latumenten tidak memiliki legal standing yang mumpuni. Pdt. Ridwan menegaskan bahwa hak legal standing yang dimiliki oleh GKRI Mangga Besar sangat kuat, antara lain:
1. Memiliki sejarah pendirian GKRI yang dimulai oleh Pdt. Prof. Dr. Sutjiono
2. Memiliki sejarah nama Gereja Kristus Rahmani Indonesia
3. Memiliki sejarah logo Gereja Kristus Rahmani Indonesia
4. Akte Notaris Pendirian Gereja No. 26 Tanggal 17 Oktober 1972
5. Surat Keputusan Departemen Agama, Nomor: 128 Tahun 1988
6. Susunan Badan Pengurus Majelis Pusat Sinode
7. Sertifikat pemegang merek nama dan logo GKRI yang dikeluarkan oleh Dirjen HAKI.
“Kita mempunyai kekuatan mendasar dari pemerintah, memiliki sertifikat Dirjen HAKI, tidak bisa sembarangan. Dasar mendapatkan nama dan logo itu punya legalitas standing kuat. Ssejarah berdirinya GKRI, sejarah nama dan logo GKRI, kita semua ada. Ditambah ada SK 128 dikeluarkan 1988,” tegasnya.
Dengan keputusan tersebut, lanjut Pdt. Ridwan, seluruh gereja lokal yang berada dalam keanggotaan Sinode GKRI Mangga Besar berhak menggunakan merek GKRI dalam segala kegiatan administratifnya. Dan, terlarang bagi gereja di luar keanggotaan Sinode GKRI Mangga Besar untuk menggunakan merek GKRI dalam segala kegiatan administratifnya. “Pelanggaran terhadap hal ini akan mengakibatkan konsekwensi hukum yang tegas,” ujarnya.
Selanjutnya, Kuasa Hukum Sinode GKRI Mangga Pdt. Dr. Zevrijn Boy Kanu, S.H., M.H. menjelaskan kutipan putusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang tertuang dalam amar putusan Nomor: 10/Pdt.Sus-Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam putusan di halaman 50-52, dinyatakan bahwa Penggugat (Kelompok Latumenten) tidak memiliki legal standing dalam mengajukan gugatan pembatalan merek karena tidak memiliki merek terdaftar yang merupakan syarat formalitas dalam mengajukan gugatan yang bersifat pembatalan.
“Sehingga gugatan yang diajukan tidak perlu dipertimbangkan dan dinyatakan tidak diterima (Niet On van kelijk verklaard – NO) dan dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus dihukum untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini yang besarnya ditetapkan dalam amar putusan senilai Rp2.490.000,- (dua juta empat ratus sembilan puluh ribu rupiah) ditanggung penggugat,” jelas Zevrijn.
Berdasarkan putusan tersebut, legalitas merek nama dan logo GKRI yang dimiliki oleh GKRI Mangga Besar sah secara hukum dan di luar keanggotaan GKRI Mangga Besar tidak berhak menggunakan merek tersebut dalam kegiatannya karena hal itu merupakan pelanggaran hukum. “Konsekwensi hukum dari putusan Pengadilan Niaga adalah hanya satu nama yaitu GKRI Mangga Besar sebagai organisasi yang sah untuk menggunakan nama dan logo GKRI yang dimiliki sejak tanggal 12 Juni 2017. Pihak mana pun yang mengaku-aku memiliki nama dan logo GKRI maka pernyataannya tidak sah,” kata Zevrijn menegaskan.
Sengketa dan Upaya Mediasi
Menurut Sekum Sinode Pdt. Jimmy Kawilarang, perselisihan itu terjadi sewaktu Sidang Sinode IX di Bali yang ditengarai ada penggelembungan suara dalam pemilihan ketua umum. Kemudian, pengurus terpilih secara sepihak memindahkan alamat kantor sinode ke GKRI Latumenten, Jakarta. Upaya mediasi telah dilakukan beberapa kali namun gagal.
Pdt. Jimmy menyebutkan, awalnya meminta bantuan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia). Namun, karena sidang sinode sudah disahkan, sehingga PGI tidak bisa terlibat. Pendiri GKRI Pdt. Sutjiono pernah mendorong upaya berdamai dan rekonsialisasi, tapi pihak Latumenten menghindar. Upaya rekonsiliasi berikutnya dengan melibatkan Direktorat Urusan Agama (Dirurag) Kristen dan Direktorat Jendral (Dirjen) Bimas Kristen. Sayangnya, tidak ada kata sepakat.
“Setelah mediasi oleh Dirurag gagal, Dirjen gagal untuk rekonsiliasi maka GKRI Mangga Besar melakukan Somasi 1 dan Somasi 2. Namun dilawan oleh Kelompok Latumenten dan tidak menunjukkan kemauan untuk bersama-sama lagi. Pada akhirnya kita digugat di PN Niaga Jakarta Pusat untuk pertama dan kedua. Gugatan pertama gagal. Pada gugatan yang kedua inilah GKRI Mangga Besar sebagai tergugat justru memenangkan perkara,” tutur Pdt. Jimmy.
Sambil menunjukkan plakat/piringan logam suvenir dengan nama dan logo GKRI, Pdt Jimmy juga memberi peringatan kepada pihak-pihak yang kalah sengketa dan ingin mengubah desain logo sesuai dengan yang terdaftar. “Sebuah pelanggaran jika ada yang mengubah logo GKRI. Pihak yang menganggap logo baru itu adalah miliknya, dia harus membuat sinode yang baru. Harus punya SK yang baru oleh Dirjen Bimas Kristen Protestan dan tidak bisa menggunakan SK lama yang kita miliki. Apa yang mereka lakukan adalah pelanggaran etika dan pelanggaran hukum,” tegasnya.
Berikut ini beberapa fakta penting terkait status hukum atau legalitas Sinode GKRI Mangga Besar beserta merek dan logo GKRI:
- Sinode GKRI Mangga Besar didirikan oleh Pdt. Prof. Dr. Sutjiono dan terdaftar di Bimas Kristen Protestan pada tanggal 24 Oktober 1972.
- Setelah memohon pendaftaran ulang GKRI, pada tanggal 15 November 2017, Sinode GKRI menerima surat balasan dari Dirjen Bimas Kristen Protestan yang menegaskan bahwa pendaftaran GKRI bersifat permanen.
- Sinode GKRI juga mengantongi sertifikat merek atau logo Sinode GKRI dari Dirjen Hak Atas Kekayaan Inteletual (HAKI) Kementerian Hukum dan HAM RI tertanggal 12 Juni 2017.
Pada bagian akhir, Sekum Sinode Pdt. Jimmy Kawilarang mengajak seluruh pihak untuk bersatu kembali dan bersama-sama melayani Tuhan dalam Rumah Besar GKRI. Dok